BAB II: IKATAN DALAM SENYAWA KOORDINASI

II.1 Struktur Lewis

Struktur Lewis suatu atom : lambang atom tersebut dikelilingi dengan sejumlah dot

(sesuai dengan elektron valensinya). Struktur Lewis 6C, 7N, 8O, dan 9F adalah :

.                      .                       .                     ..

.. . N : : : : F :

.                      .                       .                     .

Struktur Lewis suatu molekul : menggambarkan ikatan-ikatan antar atom dalam molekul tersebut,  setiap ikatan (pasangan elektron) digambarkan dengan 2 dot. Struktur Lewis CH4, NH3, H2O dan HF adalah :

H                           H

..                       ..                      ..                     ..

H : : H             H : N : H            H : O : H           H : F :

..                       ..                      ..                     ..

H

Pada ikatan C-H, N-H, O-H, dan H-F tersebut masing-masing atom saling menerima dan memberi elektron, disebut ikatan kovalen. Jika kedua elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom, disebut ikatan kovalen koordinasi (ikatan koordinasi).

II.2 Sifat kemagnetan

Diamagnetik (jika semua elektron berpasangan) : ditolak (amat lemah) oleh medan magnet

Paramagnetik (jika ada elektron yang tak berpasangan) : ditarik oleh medan magnet

Feromagnetik (pada Fe, Co, Ni): ditarik (sangat kuat) oleh medan magnet.

Secara kuantitatif ditunjukkan oleh momen magnetik (µ) :

µ  =   √[n(n+2)] BM

dengan  n = jumlah elektron tak berpasangan

BM= Bohr Magneton (satuan untuk momenmagnetik)

II.3 Teori Ikatan Valensi

  • Ikatan antara ion pusat dengan ligan merupakan ikatan koordinasi
  • Struktur  kompleks ditentukan oleh hibridisasi yang terjadi pada ion pusatnya.

sp        → linier

sp2 → trigonal planar

sp3 → tetrahedral

sp3d     → bipiramida segitiga

sp3d2 → oktahedral

dsp2 → bujur sangkar

Contoh :

a. [CoF6]3- →    eksperimen : oktahedral, paramagnetik

27Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0

27Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0

Karena  [CoF6]3- paramagnetik, maka harus ada elektron tak berpasangan dalam hal ini pada sub kulit 3d.

Enam orbital kosong yaitu 4s, 4px, 4py, 4pz, 4dx2-y2, dan 4dz2 mengalami hibridisasi sp3d2 menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari F

Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari luar (4d), maka disebut komplek orbital luar.

hibridisasi sp3d2

b. [Co(NH3)6]3+ →     Eksperimen : oktahedral, diamagnetik

27Co : [18Ar] 3d7 4s2 4p0

27Co3+ : [18Ar] 3d6 4s0 4p0 4d0

Karena [Co(NH3)6]3+ diamagnetik, maka semua elektron (pada sub kulit 3d) berpasangan, sehingga terdapat orbital koson pada sub kulit 3d yaitu orbital 3dx2-y2 dan 3dz2.

Enam orbital kosong yaitu 3dx2-y2, 3dz2, 4s, 4px, 4py, 4pz, mengalami hibridisasi d2sp3 menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari NH3.

Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari dalam (3d), maka disebut komplek orbital dalam.

hibridisasi d2sp3

II.4 Teori Medan Kristal

  • Dimulai dari struktur kompleks yang sudah pasti
  • Ikatan antara ion pusat degan logam bersifat ionik
  • Ligan berpengaruh terhadap tingkat energi orbital d

Pengaruh ligan terhadap tingkat energi orbital d

ü  Orbital d dapat dibedakan menjadi 2 : orbital yang terdapat pada  sumbu atom, yaitu dx2-y2 dan dz2 disebut orbital eg ; dan orbital yang berada di antara sumbu atom, yaitu dxy, dxz dan dyz disebut orbital t2g.

ü  Dalam struktur oktahedral, 6 ligan menempati titik-titik sudut bangun oktahedral yang terdapat pada  sumbu atom.

ü  Secara keseluruhan 5 orbital pada subkulit d mengalami tolakan oleh ligan-ligan sehingga tingkat energinya naik.

ü  Orbital eg karena jaraknya lebih dekat mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t2g, sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g).

ü  Perbedaan tingkat energi antara eg dengan t2g disebut ∆o (10 Dq), yang besar kecilnya dipengaruhi oleh kekuatan medan ligan. Jika medan ligan kuat maka ∆o besar, sedang jika medan ligan lemah ∆o kecil.

ü  Jika ∆o besar, maka orbital eg tidak terisi elektron sebelum orbital t2g terisi penuh, keadaan ini disebut spin rendah.

ü  Jika ∆o kecil, maka tingkat energi eg dan t2g dianggap sama elektron tidak berpasangan sebelum masing-masing orbital terisi satu elektron, keadaan ini disebut spin tinggi.

Contoh :

  1. [CoF6]3- →    eksperimen : oktahedral, paramagnetik

F merupakan ligan lemah (∆o kecil), maka 6 elektron tidak berpasangan sebelum masing-masing orbital terisi satu elektron. Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa [CoF6]3- bersifat paramagnetik.

  1. [Co(NH3)6]3+ →     Eksperimen : oktahedral, diamagnetik

NH3 merupakan ligan kuat (∆o besar), maka keenam elektron memenuhi orbital t2g (semuanya berpasangan). Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa [Co(NH3)6]3+ bersifat diamagnetik.

II.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi o

  • Sebanding dengan besarnya muatan ion pusat : Fe3+ > Fe2+
  • Sebanding dengan ukuran orbital d : 5d > 4d > 3d
  • Jumlah dan geometri ligan : 6 ligab oktahedral > 4 ligan tetrahedral/bujur sangkar
  • Berbanding terbalik dengan ukuran ligan

Deret spektrokimia :

Ligan kuat                            Ligan sedang                            Ligan lemah

CO, CN > phen > NO2 > en > NH3 > NCS > H2O > F > RCOO > OH > Cl > Br > I

II.6 Energi Penstabilan Medan Kristal

  • Persamaan energi potensial klasik :  E ≈ Q1Q2/R
  • Persamaan tersebut cocok untuk ikatan pada senyawa ionik yang melibatkan logam-logam alkali, akan tetapi tidak cocok (terlalu kecil) jika dibanding dengan data eksperimen pada ikatan senyawa kompleks, seolah-olah di sini ada energi penstabilan tambahan. Energi penstabilan ini terkait dengan terjadinya splitting orbital d sehingga  disebut  Energi Penstabilan Medan Kristal (Crystallin Field Stabilization Energy, CFSE).
  • CFSE dihitung dengan pedoman : penambahan CFSE sebesar 0,4∆o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital t2g dan pengurangan CFSE sebesar 0,6∆o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital eg.
Sistem Konfigurasi

(spin tinggi)

CFSE Konfigurasi

(spin rendah)

CFSE
d1

d2

d3

d4

d5

d6

d7

d8

d9

d10

t2g1

t2g2

t2g3

t2g3 eg1

t2g3 eg2

t2g4 eg2

t2g5 eg2

t2g6 eg2

t2g6 eg3

t2g6 eg4

0,4∆o

0,8∆o

1,2∆o

0,6∆o

0

0,4∆o

0,8∆o

1,2∆o

0,6∆o

0

t2g4

t2g5

t2g6

t2g6 eg1

1,6∆o

2,0∆o

2,4∆o

1,8∆o

LL.7 Pola Pembelahan Orbital d Pada Berbagai Struktur Kompleks

  1. Kompleks Oktahedral

Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t2g (dxy, dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t2g).

  1. Kompleks Tetragonal

Tetragonal merupakan oktahedral cacat (terdistorsi) dimana 2 ligan yang berada pada sumbu z berjarak lebih jauh dibanding 4 ligan lainnya. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2,  dxz dan dyz tingkat energinya turun, sedang orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya naik.

  1. Kompleks bujur sangkar

Kompleks bujur sangkar dapat dipandang sebagai distorsi ekstrim dari kompleks oktahedral, dimana  2 ligan yang berada pada sumbu z ditarik semakin jauh dari ion pusat. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu dz2,  dxz dan dyz tingkat energinya semakin turun, sebaliknya orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu dx2-y2 dan dxy tingkat energinya semakin naik.

  1. Kompleks tetrahedral

Pada kompleks tetrahedral keempat ligan menempati titik-titik sudut tetrahedral yang berada di antara sumbu atom. Akibatnya  Orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami tolakan yang lebih lemah (oleh ligan) dibanding orbital t2g (dxy, dxz dan dyz), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (eg memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibanding t2g).

Pola pembelahan orbital d pada keempat struktur kompleks tersebut disajikan pada Gambar berikut :

II.8 Warna Senyawa Kompleks

Warna pada senyawa kompleks disebabkan oleh terjadinya perpindahan elektron pada orbital d, yaitu dari orbital yang tingkat energinya lebih rendah ke orbital yang tingkat energinya lebih tinggi ; misalnya dari t2g ke eg (pada kompleks oktahedral) atau dari eg ke t2g (pada kompleks tetrahedral). Perpindahan elektron tersebut dimungkinkan karena hanya memerlukan sedikit energi, yaitu bagian dari sinar tampak (pada panjang gelombang tertentu). Warna yang muncul sebagai warna senyawa kompleks tersebut adalah warna komplemen dari warna yang diserap dalam proses eksitasi tersebut. Misalnya larutan Ti(H2O)63+ bewarna violet, hal ini disebabkan oleh karena untuk proses eksitasi elektron pada orbital d (dari t2g ke eg) memerlukan energi pada panjang gelombang 5000 Ao yaitu warna kuning. Karena komplemen warna kuning adalah violet, maka larutan Ti(H2O)63+ bewarna violet. Spektra absorpsi larutan Ti(H2O)63+ disajikan pada gambar berkut :

II.9 Teori Orbital Molekul

  • Ikatan kimia terbentuk melalui kombinasi linier yaitu penembahan dan pengurangan orbital-orbital atom (Linear Combination of Atomic Orbital, LCAO).
  • 2 orbital atom yang berkombinasi linier akan menghasilkan orbital molekul, yaitu 1 orbital ikatan yang tingkat energinya lebih rendah dan  1 orbital anti ikatan yang tingkat energinya lebih tinggi.
  • Awan elektron pada orbital ikatan terdapat pada ruang antara dua inti atom yang berikatan sehingga ditarik oleh kedua inti atoom tersebut, sedang untuk orbital anti ikatan, awan elektron terdapat di sebelah kanan dan kiri molekul yang terbentuk sehingga hanya ditarik oleh salah satu atom.
  • Orbital ikatan menghasilkan pembentukan ikatan, sedang orbital anti ikatan menentang terjadinya ikatan.
  • Jika orbital yang berkombinasi linier sejajar dengan sumbu antar inti dihasilkan ikatan σ, sedang jika tegak lurus dihasilkan ikatan π.

Kombinasi linier antara 2 orbital s dan antara 2 orbital p disajikan pada diagram berikut:

  • Jumlah pasangan elektron pada orbital ikatan dikurangi jumlah pasangan elektron pada orbital anti ikatan disebut orde ikatan.
  • Syarat terbentuknya ikatan adalah : orde ikatan > 0. Unsur-unsur gas mulia tidak stabil sebagai molekul diatomik karena orde ikatannya 0.
  • Perbedaan tingkat energi antara orbital anti ikatan dengan orbital ikatan tergantung pada seberapa banyak overlapping orbital terjadi.

Diagram orbital molekul untuk H2 dab He2+ disajikan pada gambar berikut:

  • Untuk ikatan antara atom yang berbeda (heteronuklir), unsur yang lebih elektronegatif memiliki tingkat energi yang lebih rendah. Besarnya perbedaan tingkat energi antara kedua atom sebanding dengan karakter ionik ikatan yang tebentuk, sedang besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital molekul sebanding dengan karakter kovalennya. Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital molekul juga mencerminkan sebarapa besar overlapping yang terjadi antara kedua atom.

Diagram tingkat energi orbital molekul heteronuklir AB dissjikan pada diagram berikut :

Diagram tingkat energi orbital molekul pada [CoF6]3- dan [Co(NH3)6]3+ disajikan pada gambar berikut. Orbital-orbital eg (dx2-y2 dan dz2) mengalami overlapping dengan ligan (membentuk orbital ikatan dan anti ikatan) karena posisinya dekat dengan ligan, sedang orbital-orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) tidak mengalami overlapping (orbital tan-ikatan) karena posisinya yang jauh dari ligan. Overlapping antara orbital 4s dengan ligan lebih sempurna sehingga tingkat energi σs paling rendah kemudian diikuti σp dan σd.

Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital σd* dengan orbital t2g disebut ∆o. Jika ∆o kecil (misal pada [CoF6]3-) maka pengisian elektron mengikuti aturan Hund, tetapi jika ∆o besar (misal pada [Co(NH3)6]3+) maka orbital t2g harus terisi penuh terlebih dulu sebelum pengisian orbital σd*. Berbeda dengan teori medan kristal yang menyatakan bahwa splitting orbital d disebabkan oleh interaksi ionik antara orbital d dengan ligan, dalam teori orbital molekul splitting disebabkan oleh interaksi kovalen (overlapping) antara orbital eg dengan ligan. Semakin sempurna overlapping tersebut tingkat energi orbital σd* semakin besar yang berarti juga se makin besarnya  ∆o.

II.10 Pengaruh ikatan π terhadap stabilitas kompleks

Ligan-ligan tertentu seperti CO, NO2, RNC dan CN memiliki medan ligan yang kuat sehingga dapat membentuk kompleks yang stabil dengan ∆o yang besar. Hal ini disebabkan oleh keterlibatan  ikatan π seperti ditunjukkan pada diagram berikut dengan mengambil sebagai kompleks Fe(CN)64- sebagai contoh.

Fe2+ memiliki orbital dπ (t2g) yang terisi elektron, sedang  CN memiliki orbital anti ikatan (π*) yang kosong dan orientasinya bersesuaian dengan orbital t2g. Dengan demikian interaksi antara Fe2+ dengan CN selain terjadi melalui ikatan σ dimana CN berperan sebagai basa Lewis, juga terjadi melalui ikatan π dimana CN berperan sebagai asam  Lewis. Dalam hal ini terjadi sinergi. Ikatan σ akan efektif jika CN memiliki kerapatan elektron yang besar, hal ini terpenuhi karena adanya aliran elektron dari Fe2+ ke CN melalui ikatan π. Aliran elektron tersebut juga berakibat rendahnya kerapatan elektron pada Fe2+, dan hal ini juga menambah efektifitas ikatan σ tersebut. Jadi adanya ikatan π menyebabkan ikatan σ lebih efektif, sebaliknya adanya ikatan σ mengakibatkan ikatan π lebih efektif. Dengan demikian ikatan π dalam hal ini memperbesar ∆o dan menambah kestabilan kompleks. Ikatan semacam ini juga dapat terjadi jika ligan memiliki orbital dπ kosong (misalnya pada R3P, R3As dan R2S).

Dalam kasus yang lain keterlibatan ikatan π justru memperkecil atau mengurangi kestabilan kompleks, hal ini terjadi jika ligan berperan sebagai basa Lewis baik melalui ikatan σ maupun ikatan π, seperti yang terjadi pada ligan-ligan : F, Cl, Br, I, RO, RS, dll. Ligan-ligan tersebut memiliki pasagan elektron pada orbital pπ yang dapat didonasikan kepada orbital kosong dπ pada ion pusat.

Pengaruh ikatan π terhadap ∆o diilustrasikan dengan diagram berikut :

Leave a comment